Di tiang
benderaku bergoyang
bak lenggok anak gadis di tengah pematang
Merah umpama bulan paling purnama
Merah umpama bulan paling purnama
senantiasa membikin pukau pandang mata
sampai lengah kabar tentang tangis bocah dan sekian iblis yang meminta sesajen darah
Putih serupa bayi kali pertama mandi
putih seputih mata pengungsi
putih seumpama kain kafan kami
Padang; 10/10/2010
Di Anak Tangga
Di anak tangga
mari berhitung
satu jangan sampai dua
biar kian ke atas tetap satu
tap tap tap
Putih serupa bayi kali pertama mandi
putih seputih mata pengungsi
putih seumpama kain kafan kami
Padang; 10/10/2010
Di Anak Tangga
Di anak tangga
mari berhitung
satu jangan sampai dua
biar kian ke atas tetap satu
tap tap tap
satu
sampai masih jauh
mari terus berhitung
satu jangan sampah dua
padang; 09/10/2010
Di Meja
Ingin aku bisa meletakkan sepasang bola matamu di atas meja
sampai masih jauh
mari terus berhitung
satu jangan sampah dua
padang; 09/10/2010
Di Meja
Ingin aku bisa meletakkan sepasang bola matamu di atas meja
lalu aku pandang-pandangi
aku sentuh-sentuh
aku putar-putar
aku iris-iris sampai benar-benar tipis
sampai kemudian sepasang matamu lupa cara menangis
O, di sepasang bola matamu di mana aku di situ?
Padang; 09/10/2010
Di Pekarangan
Di pekarangan, entah kenapa bisa sampai ilalang terbiarkan tumbuh di vas-vas bunga yang padahal pagi petang kau senantiasa siram.
Kian hari kian merumpun, kian merimbun, saling jalin di gapai angin. Menjadikan kupu-kupu dan kumbang acap menemu gamang tiap bila hendak singgah di untaian bunga-bunga yang selalu kau kata indah padahal sedang lara.
Itu ilalang-ilalang di halaman, kapan bakalan kau tebang?
Padang; 08/10/2010
Di Bak
Di bak, tiap kali kuciduk bulir rembes air senantisa menjentik miliaran sel ingat di otakku tentang sepasang mata yang sempat pernah kusimak dengan sangat.
Mata itu sesungguhnya sepasang samudera tanpa tepi, dan aku gelombang kecil yang mencari tempat singgah di dalamnya.
Padang; 08/10/2010
Di Hujan
Di hujan, ada wajah, ada pandang mata, ada suara, ada kisah di mana pernah dahulu kau aku di hujan saling bercerita tentang kemarau yang datang dan pulang tiba-tiba, tentang musim dan bulir doa kupu-kupu di ladang bunga, tentang betapa kita ketika itu tak ingin hujan lekas mereda, karena di hujan dekap dan sentuh membikin teduh, sebab di hujan genang dan linangan air mata tiada pernah minta diseka.
Kemudian di hujan kerinduan mustahil menjelma sejarah, kerinduan tak pernah sempat purba, tak pernah sampai benar-benar menjadi tiada
Padang; 08/10/2010
Di Gudang
Di gudang
O, di sepasang bola matamu di mana aku di situ?
Padang; 09/10/2010
Di Pekarangan
Di pekarangan, entah kenapa bisa sampai ilalang terbiarkan tumbuh di vas-vas bunga yang padahal pagi petang kau senantiasa siram.
Kian hari kian merumpun, kian merimbun, saling jalin di gapai angin. Menjadikan kupu-kupu dan kumbang acap menemu gamang tiap bila hendak singgah di untaian bunga-bunga yang selalu kau kata indah padahal sedang lara.
Itu ilalang-ilalang di halaman, kapan bakalan kau tebang?
Padang; 08/10/2010
Di Bak
Di bak, tiap kali kuciduk bulir rembes air senantisa menjentik miliaran sel ingat di otakku tentang sepasang mata yang sempat pernah kusimak dengan sangat.
Mata itu sesungguhnya sepasang samudera tanpa tepi, dan aku gelombang kecil yang mencari tempat singgah di dalamnya.
Padang; 08/10/2010
Di Hujan
Di hujan, ada wajah, ada pandang mata, ada suara, ada kisah di mana pernah dahulu kau aku di hujan saling bercerita tentang kemarau yang datang dan pulang tiba-tiba, tentang musim dan bulir doa kupu-kupu di ladang bunga, tentang betapa kita ketika itu tak ingin hujan lekas mereda, karena di hujan dekap dan sentuh membikin teduh, sebab di hujan genang dan linangan air mata tiada pernah minta diseka.
Kemudian di hujan kerinduan mustahil menjelma sejarah, kerinduan tak pernah sempat purba, tak pernah sampai benar-benar menjadi tiada
Padang; 08/10/2010
Di Gudang
Di gudang
aku adalah setumpuk koran bekas
tak pernah kau baca sampai tuntas
tak pernah kau baca sampai tuntas
Sekali saja
aku ingin kau lipat jadi pesawat kertas
lalu lempar ke angin tanpa batas
kemudian aku kau berlari mengukur nafas
kejar tangkap umpama bocah tergelak bebas
Padang; 08/10/2010
Di Pintu
Di pintu
aku ingin menjadi salam
menjadi doa tiap mula kau menempuh jalan
Di pintu
aku ingin kau tahu
betapa kepulangan selalu kutunggu
Padang; 08/10/2010
Di Pelabuhan
I
Di pelabuhan aku mencarimu
dari gudang kosong
sampai sembab di mata
Hampir kutangkap padahal
sebelum hujan melepas anak
atau angin menjentik temali kapal
seperti mencuri jejak dari riwayat
membikin ombak kehilangan gerak
II
Ketika kau mulai layar
aku telusuri retak garis tangan
kelok menyimpang di arah pulang
Entah kau karam
entah pula menyiuli tualang
di sini tapi aku tenggelam
III
Sejak kapan entah pasang telah kawan
badai pun serta hampir
tiap kali kulirik gelombang dan rintik
atau tongkang-tongkang yang sedang memuat nasib
aku jadi ingat senja gemetar di mata ayah
atau jenjang rumah yang kian tinggi di langkah ibu
Padang; 01/09/2010
Di Stasiun
Di stasiun ini wahai
pergi pulang kereta membawa cerita
mencar langkah orang-orang membikin kisah
Aku saksikan jejak-jejak menyeret diri menuju rumah
aku dengan ketekunanku duduk di bangku tunggu
membendung hati menjadi batu
Padang; 28/08/2010
Di Meja Makan
Di meja makan kita duduk berdampingan
di punggung telapak tanganmu jemariku berloncatan
entah kali keberapa lalu aku mencuri bibirmu
Di matamu kemudian pandang menjadi pukau
kutatap dua kutup yang saling berkejaran
Denting piring sendok garpu saling beradu
seporsi debar menjalar sedap kita santap
Padang; 28/08/2010
lalu lempar ke angin tanpa batas
kemudian aku kau berlari mengukur nafas
kejar tangkap umpama bocah tergelak bebas
Padang; 08/10/2010
Di Pintu
Di pintu
aku ingin menjadi salam
menjadi doa tiap mula kau menempuh jalan
Di pintu
aku ingin kau tahu
betapa kepulangan selalu kutunggu
Padang; 08/10/2010
Di Pelabuhan
I
Di pelabuhan aku mencarimu
dari gudang kosong
sampai sembab di mata
Hampir kutangkap padahal
sebelum hujan melepas anak
atau angin menjentik temali kapal
seperti mencuri jejak dari riwayat
membikin ombak kehilangan gerak
II
Ketika kau mulai layar
aku telusuri retak garis tangan
kelok menyimpang di arah pulang
Entah kau karam
entah pula menyiuli tualang
di sini tapi aku tenggelam
III
Sejak kapan entah pasang telah kawan
badai pun serta hampir
tiap kali kulirik gelombang dan rintik
atau tongkang-tongkang yang sedang memuat nasib
aku jadi ingat senja gemetar di mata ayah
atau jenjang rumah yang kian tinggi di langkah ibu
Padang; 01/09/2010
Di Stasiun
Di stasiun ini wahai
pergi pulang kereta membawa cerita
mencar langkah orang-orang membikin kisah
Aku saksikan jejak-jejak menyeret diri menuju rumah
aku dengan ketekunanku duduk di bangku tunggu
membendung hati menjadi batu
Padang; 28/08/2010
Di Meja Makan
Di meja makan kita duduk berdampingan
di punggung telapak tanganmu jemariku berloncatan
entah kali keberapa lalu aku mencuri bibirmu
Di matamu kemudian pandang menjadi pukau
kutatap dua kutup yang saling berkejaran
Denting piring sendok garpu saling beradu
seporsi debar menjalar sedap kita santap
Padang; 28/08/2010