Entah siapa yang memulai lebih dulu dan aku melihat sekian kehidupan jatuh satu-satu bertangisan dan tersedu-sedu, sementara kita membayangkan kita adalah sepasang sayap kupu-kupu, matamu lingkar bulan penuh dan aku pejalan yang memikul rindu, kemudian menuliskan sajak paling haru, larik merdu atau bait-bait yang mengaduh lanjut lalu saling bercumbu.
Kita yang berbicara dan duduk lengah di beranda dada, menyimak pagi membuka mata dan menatap senja merona menutup warna, senantiasa bertukar dusta, seolah di sebelah rumah tak bertetangga, tak bersaudara dan seolah di negeri ini segala baik adanya, sama hal dengan kita yang bermalam-malam berzina dan kemudian kita namai dengan bercinta.
Sayang, barangkali sebentar lagi kita akan sama menempuh kepulangan yang jauh, kepulangan yang sudah lama kau dan aku tahu, di mana derit detik berhenti mewaktu, sudahkah kita berkemas? Atau sudahkah kita titipkan sesuatu di persinggahan negeri tempat kita bertanam tubuh? Sayang, tiba-tiba gamang dan kecemasan mengelabuhiku.
Padang; 09/01/2011
Kita yang berbicara dan duduk lengah di beranda dada, menyimak pagi membuka mata dan menatap senja merona menutup warna, senantiasa bertukar dusta, seolah di sebelah rumah tak bertetangga, tak bersaudara dan seolah di negeri ini segala baik adanya, sama hal dengan kita yang bermalam-malam berzina dan kemudian kita namai dengan bercinta.
Sayang, barangkali sebentar lagi kita akan sama menempuh kepulangan yang jauh, kepulangan yang sudah lama kau dan aku tahu, di mana derit detik berhenti mewaktu, sudahkah kita berkemas? Atau sudahkah kita titipkan sesuatu di persinggahan negeri tempat kita bertanam tubuh? Sayang, tiba-tiba gamang dan kecemasan mengelabuhiku.
Padang; 09/01/2011