Kutemukan Engkau Sedang Tersedu Suatu Ketika Setelah Sesaatnya Kutemukan Pula Aku
Ketika kutemukan engkau di jalan segala bercabang suatu malam. Kudekap sebelum sesudahnya engkau menjelma angin yang bertamu ke dalam paru-paru. Di dalam sana engkau bermain, bersetegang melawan arus nadiku yang tiba-tiba banyak meminta. Di dalam sana engkau juga berkelana, menjumlah tiap degup jantungku yang terkadang melemah.
Sejelang subuh menyentak dingin kutemukan engkau tidur berlinang air mata. Kusapu sebegitu lembut sesaat sesudahnya matamu tiba-tiba menjelma laut, ombak menggulung hempas, badai dahsyat membentang gigil sampai hingga ke tubuhku, karenanya menjadikan aku butiran hujan yang derai berderai cumbui bibir lautmu.
Entah kenapa pagi bertandang serasa lebih cepat, seperti kecupan pertama paling hangat seusai setelahnya engkau bergegas menyentak pijak, beranjak jauhi dekap. Mengapa tapi engkau berburu-buru, namun tak serta membungkus lautmu. Di telapak tangan antara retak garis-garis engkau malah meninggalkan titik-titik air mata padaku, entah ini sisa air matamu yang tak habis kusapu, atau juga air mataku yang diam-diam berebut jatuh.
Sejak itu, kini aku sering ketemukan diriku sembunyi di titik paling sunyi, sejelang hari sehabis setelahnya diriku berlari-lari menangkap hempas ombak, mengeliat-geliat menggulung badai dahsyat. Tak jarang pula kutemukan diriku tertawa sembari berurai air mata dalam lelap.