Puisi: Akhirnya, Batu, Sepatu Sepasang, dll

Akhirnya

Akhirnya kau lalui juga jalan pulang, selepas cuaca yang menipu atau musim yang tiba-tiba tak menentu. Rumah sudah menunggu, ladang bunga dan kupu-kupu. Kupu-kupu, oh, kau ingatkah? Dulu, pernah aku kata matamu adalah kupu-kupu, sampai kini kupu-kupu itu senantiasa dirindu ladang kalbuku.

Akhirnya kau sibak juga daun pintu. Di sini, semua masih tetap rapi di ruang dadaku, potret wajahmu, puisi-puisi yang kau tulis dulu, boneka panda dan selimut biru, semua tak berubah atau sekalipun tak kubiar tersentuh debu.

Akhirnya kau seduh juga hujan di mataku, badai dan topan tenggelam.
Akhirnya kau redupkan juga cemas yang tajam.
Akhirnya kau juga biarkan kupu-kupu sentuh ladang bunga kalbuku.
Akhirnya.

Teluk Kuantan; 18/09/2010



Batu

Batu itu, adalah aku
sisa tualang bangkar usang
dari hulu paling pangkal
hingga riak tak bersudah
di cabang retak garis tangan
kemudian bermuara
aku cuma pendatang tanpa kisah
dan kau pemilik cerita

Batu itu, benar memang aku
persinggahan piatu
terhadap lubuk dadamu
dari pejalan yang tak pandai
membendung cinta
sampai rumah lembah
kau aku bukan tamu dan
tuan rumah yang ramah

Teluk Kuantan; 17/09/2010



Sepatu Sepasang
:Olan Sanseviera‎

Kita umpama sepatu sepasang
kau kiri dan aku kanan
melenggang setubuh jalan

Kita sepasang sepatu besar
mungkin sebesar kapal pesiar
membawa kabar piatu ke tepi bandar

Kita umpama sepatu sepasang
membikin jejak cerita menemu usang
berkaki di jemari tualang

Teluk Kuantan;16/09/2010



Sebelum Kau Ke Jarak


Aku ingin mengajakmu menyentuh hujan
mengendarai sepeda usang
mungkin ke tanah lapang
atau menyusuri kelok jalan bersimpang

Biarkan rambutmu digerai angin
lalu, peluk aku jika kau dingin
hingga mukim di bidang yang kau yakin

Esok kau sudah mesti ke jarak
aku di sini bakalan menganyam jejak
di mataku, sudah kah kau simak
ada telaga kehilangan riak
seumpama laut kehilangan ombak

Teluk Kuantan; 15/09/2010




Ladang Jantung

Dan kemudian aku keliru menebak cuaca, lenggang angin sayup sampai mengirim dingin, lalu ranting sepi, tuai tak sampai, dari mekar putik ke kuning daun, gugur diam-diam mengecupi retak garis tangan.

Di ladang jantungmu, apa yang masih mungkin bisa kutanam
di ladang jantungku, kau mesti harus singgah agar paham

Dan kemudian aku keliru, terhadap apa-apa yang aku justru yakin bakalan petik

Teluk Kuantan; 14/09/2010



Kursi Goyang
:Afrilia Utami

Betapa kemudian aku sangat ingin menjadi kursi goyang di teras rumah
mengayun engkau ketika lelah atau sekedar sedang membaca cuaca

Kau akan duduk berjuntai kaki sembari menyulam jemari
kemudian sesekali kau bakalan mengusap tangan kayuku
sebelum sesaat setelahnya kau menemu tidur di pangkuanku

Teluk Kuantan, 13/09/2010

Cari

Arsip