Puisi: Penyair Tolol Dan Perempuan Gila, Dinda, dll

Penyair Tolol Dan Perempuan Gila

Aku ini penyair tolol dengan perempuan gila (tapi paling catik sedunia) memegang urat leherku, aku mau jadi harimau tapi ia menolak jadi kijang, katanya ia tidak mau ditindas tapi ditindih. Ia lebih suka kata-kata, ia suka gombal-gombal, tapi ia tidak suka dipolygami. Sesekali aku mengajaknya makan pecel, duduk di pinggir jalan atau pulangpergi cari utang naik becak sembari kubacakan puisi paling cinta.

Ketika ia lapar, aku akan cubit pipinya sampai merah, kuciumi kelopak matanya,kukunyah telinganya, selalu ia setelah itu menggigit pundakku dan berkata “kapan puisimu bakalan laku dijual? Cinta”. Kukecup kening dan kuseduh aroma segala macam bunga dirambutnya “nanti, aku janji, akan kuajak kau makan di restoran mewah, kemudian nginap dan bercinta di hotel bintang lima, cinta”. Selalu ia akan tertawa “cinta, kau pendusta tapi aku suka” berbisik manja dan mengajakku bermain kucari kau sampai lelah, kadang aku sembunyi di dadanya kadang pula di pangkal paha dan bahasanya, bahasaku lalu adalah nafas terburu, peluh, lenguh "aduh" serta sendi-sendi yang mendadak ngilu.

Padang; 23/12/2010




Dinda
: Yuli Nurmalasari Napitu

Dinda, aku ingin mengajakmu ke suatu malam, di mana bulan dan ribuan macam bunga akan saling tak pandai berbincang, dan aku jatuh di dadamu, kau di lingkar-lingkar jarijemariku. Kemudian aku akan memohon pada Tuhan, agar aku bisa memanen kerlip bintang, akan kutanam lalu di sepasang pipimu yang merah padam, atau di urat lehermu yang remang-remang.

Dinda, akan kuceritakan padamu tentang sebuah lembah, lembah yang manis, lembah yang tak pernah usai di bahasakan gerimis, barangkali kau sudah pernah aku isyaratkan tentang bagaimana aku hendak mengajakmu berjalan-jalan, menelusuri anak sungai, mengukir nama di batang-batang, kemudian saling menyeberangi ingatan, di lembah itu dinda, akan kubiarkan kau merasakan, isyarat kepulangan terhadap pertemuan.

Padang; 21/12/2010





Di Mana Kau

Sore yang remang di kamarku, di mana kau? anak-anak catur yang biasa kita strategikan, cemas melihat raja tak juga beranjak dari petak hitam, kuda dan benteng tak kunjung saling berhadapan, jari-jemariku letih kesepian, barangkali sedang butuh kau genggam atau mataku yang menjadi jauh dari pejam, sedang apa kau? sekarang?

Nanti malam, barangkali aku perlu berjalan-jalan, mungkin saja aku menemukanmu di kota, barangkali sedang berlomba serupa angkutan kota, atau sedang bernyanyi di simpang-simpang dan kaki lima. Atau aku bikin semacam selebaran orang hilang saja, kubuang di mana pun yang kuanggap kau pernah atau akan singgah, di kolong-kolong renungan mungkin, di lorong-lorong sejarah dan di tubuh-tubuh perempuan telanjang di kamar hotel atau di tong-tong sampah dan tentu di hatiku juga, di hatiku yang serupa gudang, berantakan, potret-potret dan kenangan yang berserakan, koran-koran bekas dan ranjang yang dulu kita patahkan, entah sudah sejak berapa lama tak pernah lagi kurapikan. Di mana kau? Sekarang?

Padang; 21/12/2010




Pesan Ibu

Anakku
jangan jadi penipu
kita ini kupu-kupu
mulai dari kepompong dulu
tumbuhkan lalu sepasang sayap di punggungmu

tapi,jangan niat jadi elang
yang terbang tinggi dengan gampang
kau mesti mengerti berjuang

jika mau
kau boleh jadi peluru
meluncurlah dari senapan keadilan
porak porandakan busung dada ketimpangan

Padang; 20/12/2010



Seusai Kita Pulang Mengukur Ujung-ujung Jalan Kota

Di lampu, di belakang pintu dan di gantungan baju, di tiap ke mana pun pandangan sepasang bola mataku, senantiasa kutemukan kamu. Kamu seolah terus berjalan menghafal kelok-kelok atau simpang-simpang di lembah kalbuku, kamu menelusuri tiap-tiap sel ingat di kepalaku, hidup dan terus tumbuh di debar-debar jantungku.

Kamu seperti mematahkan detak detik jarum jam di waktuku, mengunci gerak arus pikiranku, selepas itu aku jadi menebak-nebak takdir yang menunggu atau mengira-ngira di aku di mana lagi kamu akan menempuh.

Aku jadi tak pandai membilang rindu yang tajam menggorok leherku, barangkali lusa, aku tiba-tiba akan ada di depan rumahmu, mengalunkan puisi-puisi konyolku, tentang aku terhadapmu.

Padang; 18/12/2010

Cari

Arsip