Lihat kekasihku, betapa malam sedang cemburu terhadap kau dan aku, lihat ribuan bintang paku pada binar matamu, lihat bulan mengintip diam-diam aku yang sedang membangun tugu rindu padamu.
Lihat kekasih, di dadaku, di nadi-nadiku, di pandanganku, di mana-mana di aku ada kamu.
Dengar kekasihku, lembut-lembut angin mengeja namamu, menebus ke sanubariku, dengar ombak-ombak di pantai mendeburkan debar jantungku, debar jantungmu.
Dengar kekasihku, lembut-lembut angin mengeja namamu, menebus ke sanubariku, dengar ombak-ombak di pantai mendeburkan debar jantungku, debar jantungmu.
Dengar kekasihku, suara burung hantu kali ini, merdu kekasih, semerdu tik tak tik tak waktu yang tersipu malu-malu di rupa cantikmu.
Sentuh kekasihku, pundakku, lalu biarkan jari-jemarimu merasai getar getir yang disampaikan tubuhku, bacalah, maknailah, maka kau akan tahu.
Sentuh kekasihku, pundakku, lalu biarkan jari-jemarimu merasai getar getir yang disampaikan tubuhku, bacalah, maknailah, maka kau akan tahu.
Padang; 03/01/2011
Perempuan Bermata Bulan Padu
:Ella Julianty
Semalam, di pantai Padang, di kau dan aku yang sesekali diam, sesungguhnya aku sedang berbincang dengan ribuan bintang, kembang api yang bermekaran, ombak-ombak berkejaran dan angin yang mencari jalan pulang, kusampaikan ke seluruh pandang betapa ketika itu aku hendak menjadi sesuatu di sepasang bola matamu, sepasang bola mata bulan padu, lalu memetik ribuan macam kembang di dadamu, membangun rumah di kalbumu, menempuh jalur-jalur nadimu, aku ingin jadi ingatan di kepalamu, tumbuh di urat-urat sutra rambutmu.
Aku mengadu pada bangku, pada meja kayu, pada pasir-pasir yang tak pernah mampu menyamai butir-butir rindu, tentang debar-debar jantung, tentang gemetar tubuh, tentang bagaimana aku mau mencuri tubuhmu, mengunyah gurih bibirmu, mengecupi kelopak mata, kening dan ujung pundakmu. Lucu, sedang terhadapmu aku begitu kaku, tapi, mencintaimu, aku tiada sekalipun sempat merasa ragu, kekasihku, perempuan bermata bulan padu, mata yang senantiasa menenggelamkan aku.
Semalam, di pantai Padang, di kau dan aku yang sesekali diam, sesungguhnya aku sedang berbincang dengan ribuan bintang, kembang api yang bermekaran, ombak-ombak berkejaran dan angin yang mencari jalan pulang, kusampaikan ke seluruh pandang betapa ketika itu aku hendak menjadi sesuatu di sepasang bola matamu, sepasang bola mata bulan padu, lalu memetik ribuan macam kembang di dadamu, membangun rumah di kalbumu, menempuh jalur-jalur nadimu, aku ingin jadi ingatan di kepalamu, tumbuh di urat-urat sutra rambutmu.
Aku mengadu pada bangku, pada meja kayu, pada pasir-pasir yang tak pernah mampu menyamai butir-butir rindu, tentang debar-debar jantung, tentang gemetar tubuh, tentang bagaimana aku mau mencuri tubuhmu, mengunyah gurih bibirmu, mengecupi kelopak mata, kening dan ujung pundakmu. Lucu, sedang terhadapmu aku begitu kaku, tapi, mencintaimu, aku tiada sekalipun sempat merasa ragu, kekasihku, perempuan bermata bulan padu, mata yang senantiasa menenggelamkan aku.
Padang; 01/01/2011
Menulis Sajak
Ada yang bermain-main di patuk jam
serupa mengasah mata pisau ingatan
kemudian melenggang-lenggang
membujuk-bujuk pejam
menyalang
lalu satu-satu berjatuhan
serupa hujan menyusun tik tak
irama senyap di atas atap
Aku mulai beranjak ke sajak
kata yang tak sanggup menangkap jarak
kupukul-pukul sampai retak
kubentuk-bentuk
lalu satu-satu berjatuhan
serupa hujan menyusun tik tak
irama senyap di atas atap
Aku mulai beranjak ke sajak
kata yang tak sanggup menangkap jarak
kupukul-pukul sampai retak
kubentuk-bentuk
umpama kanak-kanak membulat-bulatkan tanah liat
atau seperti bibir menyeduh aroma cokelat
sakit gigi seusai mengecup nikmat
terus kupahat-pahat
atau seperti bibir menyeduh aroma cokelat
sakit gigi seusai mengecup nikmat
terus kupahat-pahat
kupahat-pahat
kupahat-pahat
kupahat-pahat
kupahat-pahat
sampai kemudian aku teggelam
berenang-renang dan lupa jalan pulang
Padang; 03/01/2011
berenang-renang dan lupa jalan pulang
Padang; 03/01/2011
Aku Ingatkan Diriku
Lihat
sepucuk bunga tak tunai ngembang
di tanah telagamu
sebatang pelangi terapung-apung
menggulung warna
menggulung warna
menebak-nebak cuaca
Wahai
ayo bangun
gegas bertindak
sekian juta kanak-kanak
sekian juta kanak-kanak
telah nyanyikan kicauan
burung gereja di papan iklan
terbata meninggalkan sarang
patah-patah mengeja nama jalan
Ingat
berpuluh bilangan lebih sudah
kau menyembunyikan luka-luka
membutakan mata rasa
Ingat
berpuluh bilangan lebih sudah
kau menyembunyikan luka-luka
membutakan mata rasa
dengar dan juangkan
jangan penggusuran
jangan suara ketakutan
jangan suara ketakutan
jangan pengibaan
jangan
Padang; 02/01/2011
jangan
Padang; 02/01/2011