Puisi: Menunggu Cintaku

Menunggu Cintaku

1
Angin yang memeluk ini, dingin serupa senyap, berbulan-bulan sudah kita memusimkan cerai, cintaku, rinduku air mata, beku di bibir luka.

2
Pagi yang gaduh, aku merasai kabut menghadiahi gigil dari pesan pendek tertunda untukmu, semalam berulang kukirimi “Apa kau mengingatku? Kekasih?”.

3
Apa hari ini kita saling mengingat? Aku mulai lupa kapan terakhir kukecup keningmu dan kapan terakhir kau menyelinapkan mantra pengasih “Aku mencintaimu” di sela debar dadaku.

4
Siang yang cemas, sedang apa kau sekarang? Ceruk mataku mulai lebam, sebagai yang paling mencinta aku hanya mampu membahasakan rindu ke dalam diam, menunggumu adalah gemetar doa di bibirku, pedih dan perih menjadi keterbiasaan yang berliku, tumbuh di tiap mengingat dan mengenang.

5
Musim di sini cintaku, hari-hari jantung merasai ngilu.

6
Kabari aku, meski sekedar kabar “Berhentilah menunggu”.

Padang; 2011




Mengenang dan Menunggu Kepulangan 

Aku melihat kita, kau dan aku di halaman belakang, tergelak sembari bertanam kembang dan kau bilang aku adalah kumbang, pejantan yang hinggap menghisap sari usiamu dan bagiku, kau adalah aku sendiri, mataku, hidungku, daun telingaku, tanganku, kakiku, jantungku, hatiku, ruhku, adalah kau.

Betapa aku senantiasa ingin dapat hidup di hidupmu, menciptakan dunia sendiri (dunia kita, denganmu) di dalam sanubariku dan kalbumu, dunia yang cuma ada kita, kau dan aku, musim bunga, jutaan kupu-kupu, gerimis sesekali sejelang pagi dan sungai-sungai yang jernih, di mana kau dan aku jadi pencandu terhadap bertemu, bahkan ketika saling bersidekap sekalipun kita tetap bakalan senantisa merindu, rindu yang tak putus-putus dan tak jenuh-jenuh.

Begitulah aku selalu terkenang kau, berdoa dan menunggu, bila kapan kau pulang, menghamburkan diri ke dalam timangan.

Padang; 09/02/2011




Retak Membawa Pecah 

Di gelas, aku melihat kita sedang memendam retak, dan bibirmu adalah sajak-sajak yang pecah, aku ingin menulis tentang waktu, waktu yang selalu tak pandai aku tebak serupa aku menebak matamu adalah sepasang sayap kupu-kupu dan aku keterjauhan yang disembunyikan derit pintu.

Barangkali, di tuangan pertama semacam perih atau pedih, tuangan kedua keterbiasaan yang kita peram bertahun-tahun, dan tuangan ketiga ketika aku atau kau telah saling melupa kirimi kabar atau sesuatu yang masih belum sempat kita tuliskan tapi sedang tanam.

Tentang lebam lingkar ceruk mata dan bahasa bibir, apa ada sesuatu yang kita mulai hilangkan? semisalnya tidur malam tanpa igau namaku atau namamu, atau album-album masa padu yang telah lupa di mana kita taruh, dan betapa lalu aku dan kau menjadi sesuatu yang tak kunjung saling bertemu.

Padang; 08/02/2011




Menjadi Sesuatu 

Di dalam hidupmu,
aku ingin menjadi sesuatu
yang jauh, sesuatu yang berliku,
sesuatu yang berulan-gulang
kau mesti tempuh, sampai
kau menghafal cabang-cabang jalanku.

Padang; 07/02/2011




Mulai Belajar Berhitung

Aku mulai belajar berhitung, sama seperti aku belajar menjumlah kedip matamu ketika besitatap dengan mataku.

Satu, dua, tiga dan ini entah angka kesekian berapa aku merasai
di jendela angin serupa mati, menggantung-gantung sepi, berkali-kali.

Di luar, jalan-jalan telah lengang, sesekali cuma bunyi jatuh pelepah indayang
pohon kelapa belakang, atau pekik pungguk di kantung mataku mencari-cari bulan ke dalam tidurmu.

Malam-malam adalah aku terjaga sendiri mengandung dengung angin mati, mengelanai karam denyut nadi, berkali-kali.

Padang; 07/02/2011




Apa Hari Ini Kita Sudah Sedemikian Tua

Apa hari ini kita sudah sedemikian tua? Untuk bangun lebih dulu ketimbang putus bola lampu pun kita telah sering kalah. Kemarin, betapa rasanya kita ini masih muda, masih sanggup membaca tanpa kacamata, tanpa geruh suara bening membacakan sajak-sajak gairah.

Usia, barangkali kita tak lagi cukup pandai menjumlahnya, tiap bila telah melewati bilangan ke sepuluh, aku atau kau sudah sering keliru, dan kemudian tanggal kelahiranlah yang kita anggap menipu.

Tak jarang kita mengaduh, encokku atau pegelinumu yang kambuh, kita memang tak lagi kuat, sudah sama-sama terserang asam urat, namun terhadap saling mengingat, aku ke kau atau kau ke aku, kita adalah sepasang zaman yang saling bertautan.

Padang; 06/02/2011

Cari

Arsip