Puisi: Kulepas Kau

Semisal Hujan 
:Niar

Semisal hujan yang selalu kau tunggu, aku ingin dapat jadi salah satu yang diburu mata liarmu atau tiktak di atap yang mengejutkan tidurmu (seperti kepulangan seseorang yang diam-diam datang dengan bingkisan dan membangunkanmu), dan akan kukerahkan seluruh diriku menyampaikan percakapan serupa angin pada dingin ke sekujur dirimu. Kemudian kau maknailah bahasaku, bahasa paling bisu dari segala macam debar jantung yang sering kita anggap keliru diburu waktu, waktu yang berlepasan semisal hujan, jatuh dan meninggalkan kenangan-kenangan baru.

Padang; 15/02/2011



Kepada

Di hari paling sendiri, di mana bulan sembunyi dan bintang kucurigai mati atau barangkali ngungsi, aku tulis sajak semisal sepi, sepi semisal kau tak di sini dan berhamburanlah badaiku, badai lelaki, badai aroma cendana rambutmu, mengunci paru-paruku berkali-kali.

Di kota ini, kota dengan segala macam pemburu, aku selalu ingin jadi peluru, meluncur ke jantungmu, menembus ribuan kilo jarak yang takut-takut kita tempuh, membikin sarang di sel-sel ingatan kepalamu, kemudian menjadi rindu paling membunuh.

Padang; 15/02/2011



Sepatu 

Tentang sepatu-sepatu peninggalanmu
yang berpita dan berbunga warna ungu
telah sejak sangat lama kusembunyikan di lemari kayu
lemari tua yang mulai lapuk di makan rayap
serupa ingatanku yang mulai tak kuat
dan aku selalu ingin bisa bersepakat dengan masalalu
denganmu
dengan segala macam yang kau selinapkan ke dalam tidurku

Padang; 15/02/2011




Lampu Kusangka Kau 

Aku selalu membayangkan lampu di kamarku umpama kau, diam-diam mengintai gerak gerikku, mengeja tiap igauku, aih kau, senantiasa mencuri pandang dan malu-malu.

Atau aku hampir gila mungkin selesai membaca sajak-sajak kemarin di penempuhan kita yang jauh, sajak yang kau ramu serupa tumis kangkung atau masakan jengkol kesukaanku, sedap dari lihai jari-jemarimu, belum kau tanakpun aku telah mabuk lebih dulu, mabuk lebih dari sekedar tidurku yang senantiasa kau ganggu.

Padang; 14/02/2011





Kalender

Kau selalu jadi salah satu angka di kalander, menjadi waktu paling kutunggu, di mana selalu kupandangi, kurabai sembari membayangkan di depan kaca kau mengeja tiap baris tubuhku, beradandan malu-malu dan kunanti kau dari angka paling jauh yang kucurigai serupa candu.

Telah kutulis sajak paling bunyi seperti mantra para peri, abracadabra dan kini tanggal empat belas bulan dua, dari nafas aroma cendana berhamburanlah doa-doa, kau kekasih paling gula dalam darah dan aku mengidap semacam rindu paling bahaya.

Padang; 14/02/2011




Kulepas Kau
 
Dan aku tidak menangis
seperti janjiku padamu
tidak saat ini

Padang; 14/02/2011

Cari

Arsip