Puisi: Pulang Naik Kereta, Menunggu Kekasih

Narayanaya 

Waktu berderit cantik, ini hari yang basah, harinya para pecinta. Hei, jangan gigit dadaku, biru yang lalu pun belum sembuh, mari menghitung garis bibirmu, hari ini lebih dari seribu kau menciumi masalaluku, masalalu yang warna. 'Narayanaya' di tiap lengang masalaluku bernyanyi gembira, berjoget, rentak pijak dalam kepala, kau mau ke mana?

Waktu berderit cantik, hujan tumbuh di mana-mana, di lembah kalbu menggenanglah, di nadi-nadi menyungai juga, menjadi badai paling siaga. Hei, ternyata kau ke jarak dan tiada, masalaluku bertambah, melambai sepasang bola mata, menetes di bibir luka, esok atau lusa aku kenang pula, 'Narayanaya' barangkali juga kau hafal lagunya.

Teluk Kuantan; 27/01/2011




Pulang Naik Kereta

Hari ini kita menjadi decit roda kereta yang bergerak pulang pada suatu ketika, di mana badai dan ingatan saling berbincang dengan ramah, di mana kau kutidurkan jauh dari resah dan kau menampar-nampar mesra ketakutanku pada dunia.

Kita sepasang masa lalu yang mengidap derit gerbong tua, kenangan semacam lorong-lorong panjang, gelap dan senyap yang berbisa, kita menempuh kepulangan yang jauh, di dada kirimu aku berlabuh dan di nadi-nadiku kau melaju.

Hari ini kita menjadi decit roda kereta yang bergerak pulang pada suatu ketika, ingatan adalah stasiun yang tak bisa kuberi nama, bangku-bangku tua, patuk detik, ragam cerita atau perjalanan yang tumpah tindih di urat-urat kepala.

Teluk Kuantan; 25/01/2011



Di Hujan Semalam


Tadi malam 
di sini hujan
dan aku kunang-kunang
bersinar padam
dari semak yang diam
kubenci lampu-lampu di pucuk tiang
sebab
lampu-lampu pura-pura jadi bintang
padahal aku sedang merindu
matamu yang terang bulan

Teluk Kuantan; 28/01/2011



Kepada Bungo Rampai

I
Pagi ini penglihatanku agak rabun, lantaran semalam kelilipan, tiga ekor kumbang kecil nyasar, membikin sarang di biji mataku yang sayup-sayup mulai tumbuh urat-urat lemak, tapi usiaku belum cukup tua. Aku ini masih kanak-kanak, jika boleh akan kupanggil kau ibu, lalu kau tiupilah mataku dengan desau angin bukit harau dari paru-parumu, tiup perlahan-lahan, serupa aksramu menusuk-nusuk kepalaku.

II
Di kotaku, tak ada lagi harimau, gajah atau buaya, tapi berkeliaran pendusta, itulah mengapa aku suka duduk tepi sungai, mendengar suara katak sembari mengintai rinai, tak jarang aku jadi ingat lagu-lagu yang sembari malu-malu tak putus kita nyanyikan, dan betapa ingin dapat segara kutunaikan janjiku mengajakmu makan eskrim dan menyeduh kopi aceh, kemudian sama memotret malam, menangkap sepasang kelingking yang saling berciuman.

III
Bukankah sudah kukata? Jangan gigit bibirku, nanti keracunan. Cukup madu lidahku yang kau telan.

Teluk Kuantan; 2011



Sajak Muak


Negeri ini mengandung ragam duka, memeluk banyak luka-luka, serupa perempuan mabuk telanjang tengah malam, berjalan sempoyongan mengendrai sekian macam kegamangan, acuh terhadap dingin, membiarkan molek tubuh dimakan angin.
 
Banyak cerita yang kemudian dihilang-hilangkan, seperti memanggang rokok, dihisap dan buang, menjadi asap, memudar, remang-remang, hilang dan kemudian mengempul ke bentuk awan, awas, esok atau lusa bakalan jadi hujan, barangkali jatuh seperti jarum-jarum menyulam kemarahan atau menjadi penyakit akut terpendam menuntut pengobatan.

Dengar derak pecah paru-paru dari udara bertuba, paru-paru tumpahkan muntah darah kemuakan, muntahkan kebohongan, muntahkan ketidakadilan, muntahkan penidasan, muntahkan segala yang memiskinkan, muntahkan penguasa-penguasa panggungan, muntahkan, muntahkan, lekas segara buang lalu mari potong nadi-nadi yang keracunan, kemudian, sudahlah.

Teluk Kuantan; 26/01/2011



Menunggu Kekasih

Aku tunggu kau kekasih
serupa mengasah kerikil
ke sebentuk hati
langkah-langkah berderai
menjahit sejarah
orang-orang pulang pergi
dan aku mengamini segala
macam sepi

Barangkali hampir jatuh malam
ini petang yang gersang
gamang tumbuh menjerat
urat-urat leherku
kapan kau datang?

Di kiri rongga dada degup
begitu kosong
tangan-tanganku mulai letih
menyusun cemas
melempar kabar yang tak
kunjung kau balas

Kekasih
di sini kematian
jadi sangat begitu indah
seindah patah kuncup bunga
aku hampir meniada
segeralah tiba

Teluk Kuantan; 25/01/2011

Cari

Arsip