Puisi: Yang Berjaga Di Luar Tidurmu

Berpura-pura

Aku akan berpura-pura menjadi sesuatu yang tak kau ketahui dan kau akan seolah-olah mencari, persis tahun-tahun kita selama ini, pura-pura berteka-teki.

Padang; 05/03/2011



Telaga

Di akhir pekan nanti, aku hendak mengajakmu bertamasya ke suatu telaga, telaga yang manis dengan aroma cendana dilepas angin, daun-daun tua saling gugur, gelombang-gelombang kecil menyentuh kaki-kaki pohon dan sepasang itik berenang menyusup ke matamu, mendiami bahasaku.

Barangkali kau, entah pula aku, seseorang di antara kita akan selalu memulai mencari tautan jemari atau mencuri ciuman di pipi, kemudian memancing bincang, tentang pandang mungkin, tentang derak retak cabang atau patah ranting, atau tentang kicau burung-burung cantik dan tentang kehidupan betapa kita selama ini suka gamang, suka takut terhadap hari depan dan lihat bunga-bunga mewarnai kelopaknya sejelang petang, kemudian kita akan pulang.

Padang; 03/03/2011




Yang Berjaga Di Luar Tidurmu

Tiap mulai lampu kau matikan, di remang selalu seolah kau pandang sepasang mata terang dan belakangan kau namai kunang-kunang atau kadang-kadang juga kau sebut sepasang bintang, ia sesekali mengedip serupa isyarat semoga tidurmu nyenyak.

Apa kau ingat? Bukankah pernah aku kata terhadamu bahwa aku senantiasa akan jadi apa saja yang dapat berjaga di luar tidurmu? Terus mengintai gerak-gerik kegelisahanmu.

Padang; 03/03/2011


 
Ia Takut Sendiri

Ia sedang belajar mengukur jengkal dan di jantung paling debar ia sembunyikan ladang bunga, kupu-kupu (dengan madu di bibirnya) telah bertahun-tahun ia selalu tunggu di pintu dunia dadanya.

Di tiap kapan menjelang tidur, ia menulis doa terkadang air mata, diam-diam menguntai gapai merasai genggam seseorang sembari mengecup kelopak matanya, mengajaknya bernayanyi dan hey di sana, di sekujur mimpinya ia memanggil cinta.

Ia senantiasa bangun paling subuh dan menghirup rindu paling jauh, mengemas cemas ke balik kepal, selalu menunggu kabar serupa awas ada yang mengintai luka setajam parang menunggu tebas dengan garang membikin gamang.

Di malam, ia selalu berjaga, kemudian mengeja nama-nama, memaksa ingatan dan menjadi rentetan larik-larik puisi, ia selalu takut sendiri, semisal menghitung jemari dan selanjutnya menjadi sepi, ia selalu takut.

Padang; 02/03/2011




Daun-daun Tua 

Semisal daun-daun tua, gugur dan dihanyut angin, aku akan meminta singgah di halaman rumahmu, kemudian mengikhlaskan diri kau bakar di tumpukan sampah atau sekedar kau sapu ke jauh dan menjadi tiada.

Setiap hari, berkali-kali.

Padang; 06/03/2011

Cari

Arsip