Puisi: Penempuhan

Doremi

Doremi, aku selalu ingat pandai kau menyilang nada, melagukan tidurku yang acap putus-putus diterkam mimpi, tidurku belakangan kurang lelap, di luar sering terdengar hujan dan dingin menyerang, barangkali juga aku sedang kangen hangat dada, perut juga lipatan kakimu dan aku sekarang selalu lupa mematikan lampu atau minum susu.

Tidak seperti denganmu, aku sekarang pun sering takut sediri, takut semisal sepi tiba-tiba kambuh, takut tiba-tiba badai dan takut tiba-tiba ingin bercerita tentang kejadian-kejadian atau tentang jejak-jejak kita yang terus meminta ditempuh, sedang kau entah di kota mana melempar sauh, jangkar-jangkar rindu.

Bila pagi, aku tak pernah merapikan tempat tidur, aku selalu gegas ke luar, ke jalan-jalan belakang rumah, jalan-jalan yang dulu kau tanami pinggir-pinggirnya bunga dan aku selalu berharap ketika kembali ke kamar kau telah di sana, seperti biasa, sembari mengomel kau merapikan kesepianku yang berserak ke mana-mana.

Padang; 26/03/2011



Bagiku Begitulah


Seseorang di antara kita, barangkali aku yang bakalan berangkat paling jauh setelah tak lagi mampu menyanyikan lagu yang sama atau setelah luka-luka berlarian serupa seribu anak panah saling berebut curi di bagian-bagian dada kita, dan kau akan jadi pendoa yang senantiasa sembari berlinang air mata membaca kisah-kisah.

Betapa kemudian di masing-masing perjanan kita, malam-malam bersama, genggam-genggaman di beranda dan pasang-pasang mata selalu saling muncul dari masa silam, serupa mata gunting bertemu kain merobek-robek kesepian kita, oh, kau telah rasaikah rasanya?

Sekarang, bagaimana mungkin kau melainkan nada atau aku mengganjilkan bahasa, kita telah biasa saling panggil bahkan diampun saling menyebut nama, tidur kita bertahun-tahun tanak setungku bangun di satu jendela dan selalu menatap arah sama, kita sepasang keterbiasaan yang mustahil meniada, bagiku begitulah.

Padang; 26/03/2011




Penempuhan 

Kita tak sekalipun sempat pernah lupa menghitung usia, seperti selalu diserang ketakutan, berdoa penempuhan yang panjang, sedang gamang tumbuh melintang dan kita selalu makin ke menempuh jalan pulang, jalan-jalan benang, jalin-jalin bersilang, kadang kusut menggulung rentang.

Tentang denyut nadi dan detak jantung, kita selalu berusaha menghibur hati sendiri, namun acap gagal menaklukan diri, tak jarang kita lupa atau salah menebak langkah, kita sama-sama pergi kemudian kembali dan sadar entah telah di mana membilang jejak-jejak masa silam.

Sekarang kita mesti belajar penempuhan, sama-sama menghafal batas dan di sebelah kita jurang-jurang senantiasa meminta kesalahan.

Padang; 25/03/2011



Kerbau Dan Waktu

Manusia jadi kerbau dan waktu menarik-nariknya, aku ingin menciptakan sesuatu yang bisa menghentikan waktu, agar manusia berhenti jadi kerbau.

Padang; 24/03/2011



La 

La, sekarang aku mulai pandai membaca arah, sama seperti aku mulai mengerti cara berbahasa dengan diam dan lihat matahari, selalu saja persis terang matamu, kedip-kedip yang berlarian menggeniti kesepianku.

Tentang mimpi-mimpi, belum sempat dengan lengkap aku lakoni, maaf, La, untuk segala sesuatu yang lupa aku sentuh dengan mesra, untuk luka-luka yang belum sempat kita bikin binasa, untuk bulan-bulan yang kita tunggu, maaf, La, jika belum sempat dengan segenap aku jalani denganmu.

La, sekarang aku telah tahu ke mana akan membawamu, sini peluk lenganku, ke tahun-tahun yang jauh, tahun-tahun madu dan seluruh sanubariku hakiki terhadapmu, dengar sauara jantungku, kamu.

Padang; 24/03/2011

Cari

Arsip