Ke Kasih
Dari pucuk rambutmu yang wewangian musim bunga, aku akan jadi daun-daun tua, berdoa agar selalu dapat jatuh di dalam kepalamu, mengalir memenuhi segenap degup jantungmu dan dadamu pelabuhan sejarah hidupku.
Debar jiwaku merasai jiwamu, betapa kau jalan-jalan halaman buku, bait-bait yang tak pernah selesai kutempuh dan jari-jari kecilmu di bahuku adalah peladang yang tangguh menggenggam ketakutan-ketakutan perjalanan tungkai kakiku.
Mata bulat bulan padumu, badai rindu yang selalu saja mengaramkan kata-kata dalam sajak, bergejolak dari malam mimpi dan oh betapa di seluruh pagi, aku senantiasa merasai jatuh cinta paling pertama terhadapmu, kekasih.
Padang; 02/04/2011
Aku Panggili Namamu
Aku panggili namamu, lilin-lilin kecil dari tahun-tahun mimpi, tahun-tahun lusuh di belakang pintu dan derit-derit yang tak kunjung kau tempuh, di sini sepi mewakili dirimu di meja makan, duduk berhadapan kami berbincang tentang banyak kenangan, tentang segala sesuatu yang seolah terburu-buru mejelmakan diri jadi masa lalu, masa-masa di mana kau berkunjung mengobrak-abrik jengkal-jengkal tubuhku, oh, aku panggili namamu sembari kutulis sajak tentang kanak-kanak.
Padang; 31/03/2011
Dari pucuk rambutmu yang wewangian musim bunga, aku akan jadi daun-daun tua, berdoa agar selalu dapat jatuh di dalam kepalamu, mengalir memenuhi segenap degup jantungmu dan dadamu pelabuhan sejarah hidupku.
Debar jiwaku merasai jiwamu, betapa kau jalan-jalan halaman buku, bait-bait yang tak pernah selesai kutempuh dan jari-jari kecilmu di bahuku adalah peladang yang tangguh menggenggam ketakutan-ketakutan perjalanan tungkai kakiku.
Mata bulat bulan padumu, badai rindu yang selalu saja mengaramkan kata-kata dalam sajak, bergejolak dari malam mimpi dan oh betapa di seluruh pagi, aku senantiasa merasai jatuh cinta paling pertama terhadapmu, kekasih.
Padang; 02/04/2011
Aku Panggili Namamu
Aku panggili namamu, lilin-lilin kecil dari tahun-tahun mimpi, tahun-tahun lusuh di belakang pintu dan derit-derit yang tak kunjung kau tempuh, di sini sepi mewakili dirimu di meja makan, duduk berhadapan kami berbincang tentang banyak kenangan, tentang segala sesuatu yang seolah terburu-buru mejelmakan diri jadi masa lalu, masa-masa di mana kau berkunjung mengobrak-abrik jengkal-jengkal tubuhku, oh, aku panggili namamu sembari kutulis sajak tentang kanak-kanak.
Padang; 31/03/2011
Anak-anak Tangga
Satu, dua, tiga dan entah sekian ke berapa sudah anak-anak tangga yang kita daki, aku selalu melihat ibu di tiap kau mulai berhitung tentang masa kanak-kanak kita, dusun yang jauh, aroma subuh atau bau sungai serta daun-daun tua yang runtuh di kumandang lambai dari kampung seberang, kita selalu terlambat pulang, katamu pendakian masih panjang dan kataku kita selalu mendapati gamang saat kapan mesti menuruni jenjang.
Surat-surat yang kita kirim mungkin salah alamat dan malaikat tak pernah berhenti dengan merdu melantunkan lagu-lagu Tuhan, sementara kita sibuk merutuki simpang-simpang dan jurang di retak garis tangan, peluh-peluh yang jatuh, debu dalam saku atau sansai yang tak kunjung lerai, bukankah hanya semata-mata keangkuhan yang kita bangga-banggakan di meja makan.
Satu, dua, tiga dan kita terus mendaki sampai bahkan lupa terkadang memberi merah tanggal terhadap mata, kaki-kaki kecil kita, barangkali berdoa, sewaktu-waktu meminta lumpuh terhadap dunia.
Padang; 28/03/2011
Tidurlah Kekasih
Sampai jua kau padaku dan sekarang marilah kau tidur sembari kaki-kakimu di sela kakiku, lenganku di dekap lenganmu, dengar nyanyian jantungku, nyanyian paling rindu dari waktu-waktu yang kau gantung di belakang pintu, nyanyian belalang kupu-kupu semerdu suara ibu, semanis peluh-peluh penempuhanmu.
Jangan bercerita tentang apa-apa malam ini atau jangan menanyai bagaimana selama ini kesepian mengambil alih malam-malamku, tidurlah, tidurlah kau, biarkan aku leluasa menghirup bau rambutmu atau merasai hangat udara tubuhmu, malam ini aku ingin mengeja mimpimu dari luar tidurmu, aku ingin membaca gerak-gerik letihmu, aku ingin terjaga dan memelukmu, tidurlah kau, tidurlah, kekasihku, esok kau ceritakanlah bagaimana rindumu.
Padang; 28/03/2011
Pemeluk Urat Hidupku
Tak jelang sampai selesai kusebut namamu, tiba-tiba ada semacam badai menyerang dadaku, betapa sekarang aku sangat rindu, rindu kau di air mataku, rindu kau di lubang-lubang paru-paru, rindu kau dalam debar degup ajaib jantungku, betapa saat ini begitu lancang aku ingin sanggup memelukmu, pemeluk urat-urat hidupku.
Padang; 03/04/2011