Puisi-Puisi Reski Kuantan (10-15/06/2011)

 

Aku Melihat Langit

Aku melihat langit,
kudengar anak-anak menangis
suara-suara perut lapar
burung-burung membisu
putik-putik bunga layu
mereka sakit
mereka kedinginan
mereka tersiksa
semua dirampas.

Aku berdoa,
orang-orang bertanya
di mana keadilan
semua terdiam
semua hilang
kini cuma derak ranting-ranting patah
derit di bibir-bibir luka
daun-daun detik diputus duka.

Oh, kuteguk  air mata mereka
agar badai di dadaku
agar gemuruh di jantungku
agar runtuh, agar luluh
agar remuk batu hatiku.

Aku melihat langit
kemudian menunduk dan menciumi tanah,
orang-orang bertanya
siapa di atas sana?

Padang; 15/06/2011

 

 

Penyair-penyair Dalam Pertemuan Puisi

Tuan, di luar sana aku melihat banyak air mata tumpah di tanah tandus, bocah-bocah kehilangan waktu bermain, para pekerja diperbudak pemilik modal, perut-perut orang miskin terus dikeruk orang-orang rakus dan kami saling berkumpul  membacakan puisi sembari minum jus dan menyantap makanan cepat saji.

Puisi-puisi, di atas pohon-pohon tak berdaun, burung-burung berak sambil nyanyi kemudian terbang tinggi, lihat, lihat kami melihat sembari  terus berdiskusi dan saling tuding dalam caci, menjadikan semua kebohongan seolah-olah benar dan merasa paling pintar.

Penyair-penyair itu, jangan ganggu, mereka sedang menelanjangi diri sendiri sembari menggerutui nasib negeri ini, dalam puisi.

Padang; 12/06/2011

 

 

Lila Lila

Peluk aku sebelum jauh
jari-jari kecil ini akan mencari musim
menjadi kupu-kupu di rambutmu
dan hujan akan segera pergi

Aku akan menyanyikan lagu
lila lila
lagu tidur untuk mimpimu
kau jangan bersedih

Perempuan kecil akan besar
seperti laut
seperti langit
seperti udara menerbangkan kapas-kapas

Semua akan menjadi baik
dan setiap pagi matahari akan terbit,
seperti doaku.

Padang; 13/06/2011

 

 

 

Tak Boleh Menangis

Aku akan menyentuh seolah-olah angin atau memeluk semisal dingin sembari merasai kau menyimpan langit ke dalam mata, atau udara ke dalam dada dan aku mendengar suara hujan, di paru-paru, di jantungmu, degup-degup detik waktu, di situ nanti kau bangunkan rumah untukku.
Kau akan melihat malam, tetap lengkap tanpa bintang-bintang, tanpa bulan, tanpa mimpi dari tidurku ke tidurmu, tapi tak utuh, tak ada yang menyanyikan sebuah lagu, seperti daun-daun jatuh meninggalkan musim, lalu cuma sepi mengecup rasa ingin.

Selalu ada yang pergi, selalu ada yang bersedih, aku takut meninggalkan kau sendiri, tapi kanker meminta hari lebih pendek, kau harus kekar, terus mekar, aku akan minum obat, berdoa untuk banyak kesempatan menyentuh rambutmu, tak boleh menangis,  aku ingin minum, minum yang banyak dari bibirmu, tersenyum untukku.

Padang; 12/06/2011

 

 

 

Cerita Ibu

 Hari itu, ibu bercerita menjelang tidurku:

Sebuah pohon, daunnya begitu hijau, tak henti tumbuh dan berbunga merah, tiap musim ia berbuah, tak mengenal tanggal, bulan atau tahun, selalu manis, semanis kau tertawa.
Di kulit batangnya semut-semut membikin arah, saling sapa dengan ramah dan akarnya panjang ke dalam tanah, seperti kau menanam cinta ke dalam dada.
Di rantingnya, burung-burung bermain, membangun rumah dan bersuara indah.
Dari seluruh hidupnya bermunculan udara bagi dunia.
Begitulah ibu berdoa agar kau dewasa.

Padang; 10/06/2011

Cari

Arsip