Puisi-puisi Reski Kuantan [04/09-07/11/2011]

Hutan-hutan Di Tubuhmu, Hutan-hutan Di Tubuhku Masa Kanak-kanak Kita


Merasai nafasmu mengajakku  ke kanak-kanak di musim libur panjang dan tubuhmu dan tubuhku adalah hutan, bangkitlah serigalaku, bangkitlah binatangku mencakarrobek dadamu, berhamburanlah pula kanak-kanakmu nenyenggama kanak-kanakku, saling buru di kesepian waktu, saling cumbu di derai luka-luka, melenguhkan nasib dan  siapa kita?

Oh, hutan-hutan di tubuhmu, hutan-hutan di tubuhku, diserap kebisingan kota dan derai langkah kanak-kanak kita mengalir ke tiada.

Selain lara, selain duka, tak kukenal lagi selain pendusta.

Padang;  04/09/2011

Puisi Tai

Penyair itu:

tai-tai di puisinya
ia aduk-aduk
ia gumpal-gumpal
ia bongkar-bongkar
ia lempar-lempar
setelah itu,
ia telan sendiri, dengan rakus!

Reski Kuantan;07/11/2011



Seperti Sepasang Sayap Kupu-kupu di Lampu Itu


Di daun jendela itu. Ada sepi yang saling bergesekan. Sepi yang tak pernah aku bisa tulis. Yang dicuri suara hujan. Dan jatuh di jarum jam. Ke debar usia juga akhirnya.

Aku selalu ingin bertemu kau. Seperti sepasang sayap kupu-kupu di lampu itu. Bertemu begitu rapat.

Padang;  22/10/2011



Pada Nun

Di pelabuhan ini, Nun. Panggilanku selalu raib ditelan gemuruh cerobong nasib dan kau badai yang mencuri segenap usiaku. Sore-soreku yang demam mengenang kepergiaan, diusap lidah waku pelan-pelan, tapi Nun, tak melekangkan apa-apa kecuali laraku kian berdarah-darah dan sepi, oh aku tak tahu lagi mesti disebut dengan bagaimana.

Nun, ada kala senja di mana matahari begitu dekat rasanya dan matamu mengejar-ngejar mataku, jari-jari keilmu mencubit lengan, pinggangku. Dan ombak menjadi bahasa paling syair terhadap pasir semisal bahasamu menyentuh bibirku, berkali-kali ketika itu kau curi kecup dan aku amini tiap degup yang kemudian hanyut ke entah, ke tiada, ke segenap duka, di debar dada, di tiap menelaga di ceruk mata, aku berdoa, selalu ketika mulai malam datang.

Padang; 16/10/2011



Menungu Pagi

Daun-daun legam yang basah,
jalan-jalan yang gigil,
lagu yang begitu ngilu
menerobos pori-pori,
hujan yang turun ini,
menimpa apa saja,
kasih,
putus jua jangkauku,
putus di sentak derai langkahmu,
berderai-derai di ceruk mataku
dan  ingatan begitu sepi,
beku di denyut nadi,
aku ingat sentuhmu,
sentuh bara sekam di jantungku.

Padang;  04/09/2011

Cari

Arsip