BABAK
II
MUCUL SOSOK LAKI-LAKI
MUDA DARI DALAM GELAP, IA BERJALAN KE ARAH RUBAYAH. MELIHAT SOSOK ITU, RUBAYAH
PUN BERLARI KE LAKI-LAKI ITU.
Rubayah: Malin..
Malin.. Kau Malin. Kau anakku. Ini ibu nak, aku ibumu. Aku yang mencintaimu dengan
seluruh kasihku. Anakku. (masih terisak-isak)
Malin 1: Tidak! Bukan!
Aku bukan anakmu! (sembari menepis Rubayah). Aku adalah batu. Batu dari sejarah
yang diciptakan seorang perempuan. Batu yang diceritakan orang-orang dari waktu
ke waktu! Batu yang durhaka!
Rubayah: (berlari dan
memeluk kaki Malin). Maafkan aku anakku.
Maafkan aku. Maafkan ibu..
Malin 1: Kau bukan
ibuku! Ibuku tak seperti kau! Ibuku tak mungkin meminta maaf padaku.
Rubayah: Aku ibumu nak.
Akulah yang menjadikanmu batu. Aku ibumu, aku yang membesarkanmu dengan seluruh
cintaku. Cinta yang tak terbandingkan, yang tak terbilangkan.
Malin 1: Benarkah? Tak
terbandingkan? Tak terbilangkan? Tapi kemudian kau mengutukku? Kau bukan ibuku!
Rubayah: Jika saja,
jika saja.. Maafkan ibu..
Malin 1: Jika saja? Jika
saja? Jika saja aku anakmu kau tak akan mengutukku. Oh, begitu? Kau menyesal? Ya,
jika saja kau tak mengutukku? Ha ha ha.. tapi sayang sekali. Aku bukan anakmu.
Kau salah orang.
Rubayah: Kau anakku, Malin.
Kau anaku (terisak-isak). Aku yang mengandungmu. Aku yang melahirkanmu. Aku
yang hafal garis wajahmu. Aku yang hafal hangatnya kenangan ketika
menggendongmu. Aku yang kenal seluruh dirimu…
Malin 1: Tapi kau tak
kenal keinginanku! (membentak). Dan kau merasa kau adalah seorang ibu? Ibu yang
kenal seluruh diriku. Ha ha ha… Seorang ibu yang tak tahu keinginanku?
Kutegaskan padamu, kau bukan ibuku!
Rubayah: (terisak-isak)
Anakku… Anakku… Anakku..
SEORANG LAKI-LAKI MUDA
LAINNYA MUNCUL DARI DALAM GELAP. IA ADALAH MALIN KUNDANG LAINNYA. IA BERJALAN
KEAARAH RUBAYAH, KEMUDIAN BERSIMPUH DI KAKINYA.
Malin 2: (mucul dari
dalam gelap). Ya bu. Aku di sini, aku di
sini bu. Ini aku bu. Ini aku. Malin
Anakmu. (penuh pengharapan dan penyesalan).
Rubayah: (beringsut ke
belakang). Siapa kau?!
Malin 2: Aku malin bu.
Maafkan aku. Maafkan aku. Aku menyesal bu. Maafkan aku.
Malin 1: Ya, itu
anakmu! Bukankah ia Malin Kundang?
Rubayah: Bukan!
Malin 2: Bu, ini aku,
Malin Kundang (memohon).
Malin 1: Dan yang kau
kutuk menjadi batu! Ha ha ha… Dia anakmu!
Rubayah: Bukan! Kaulah
anakku! (mengampiri Malin 1). Kaulah anakku… Malin (terisak-isak dan memeluk
Malin 1).
Malin 1: (mendorong
Rubayah hingga terjatuh) Dasar wanita tak tahu diri! Mengaku ibuku. Hei, lihat
dirimu. Pantaskah aku menjadi anakmu? Tidak kah kau merasa bahwa aku akan malu
memiliki ibu sepertimu?
Malin 2: Heiiii! Tidak kah
kau tahu bagaimana pengorbanan seorang ibu? Berbulan-bulan kau ia kandung dalam
rahimnya. Bertahun kau minum susunya. Bertahun-tahun pula kau hisap keringat
dan air matanya!
Malin 1: Lalu
mengutukku menjadi batu? Mengutuk sejarahku!
Rubayah: Maafkan ibu. Maafkan
ibu (terisak-isak).
Malin 2: Ya! Karena kau
memang pantas menjadi batu!
Malin 1: Bagaimana
denganmu? He? Jika saja bukan karena kau ingin menjadi kaya… Ha ha ha… Menjadi
kaya. Ya ya ya. Tidak kah kau ingat? Malin? Kau naiki kapal meninggalkan ibumu,
karena kau ingin menjadi kaya Malin! Ha ha ha… Tidakkah kau pernah berpikir? Bisa
saja suatu ketika ketika kau di negeri nun jauh itu, tiba-tiba ibumu sakit. Tiba-tiba
ibumu mati. Ya, mati. Mestinya perempuan itu mati saja ketika itu.
Malin 2: Cukup! Aku
menyesalinya! Tidak kah kau juga menyesalinya?
Malin 1: Menyesal
katamu! Ha ha ha.. setelah ia menjadika aku batu?
Malin 2: Kau lihat dia!
Lihat dia.. tidakkah kau kasihan padanya? Ia telah menyesali semuanya!
(medekati Rubiyah yang terisak-isak). Bu, maafkan aku. Maafkan aku ibu. Maafkan
anakmu (memohon).
Rubiyah: Kau bukan
anakku. Anakku adalah Malin Kundang! (mendorong Malin 2).
Malin 1: Lihat, lihat,
lihaaaat! Bahkan dia menolakmu! Ha ha ha.. Ibu yang kau katakan penuh kasih
itu. Ha ha ha.. Dia menolakmu.
Malin 2: Cukup kataku!
Mestinya kubunuh kau anak durhaka! (menyerang malin 1).