Naskah drama / teater yang diangkat dari cerita rakyat Sumatera Barat tentang Malin Kundang:
Rubayah
Oleh: Reski Kuantan
1. Rubayah: Ibu Malin Kundang yang dengan penuh penyesalan telah mengutuk darah dagingnya sendiri menjadi batu.
2. Malin 1: Malin Kundang yang tak mau memaafkan dan mengakui ibunya.
3. Malin 2: Malin Kundang yang dengan penuh penyesalan telah menyakiti hati ibunya.
4. Narator:
BABAK
I
Suara
Dari Dalam Gelap: Tanpa kau sadari semua anak adalah Malin Kundang. Ya, kau
adalah Malin Kundang. Dan semua perempuan adalah Rubayah. Ya, kau adalah Rubayah!
Kau tak tahu siapa Rubayah? Kau tak tahu? Rubayah, seorang ibu yang melahirkan Malin
Kundang si anak durhaka. Seorang ibu yang begitu tega mengutuk darah dagingnya
sendiri menjadi batu! Menjadi batu! Kelak, begitulah orang-orang akan
menceritakan sejarahmu, Rubayah!
Rubayah:
Cukup! Cukuuuuup!!! Cukuuuuuuuuuup!!!!! (berteriak sambil menutup telinga)
Suara
Dari Dalam Gelap: Cukup katamu? Bagaimana mungkin kau bilang cukup? Hai
Rubayah! Kau ingin menolaknya ha? Setelah kau kutuk anakmu sendiri menjadi
batu. Anak yang kau besarkan seorang diri dengan penuh cinta kasih. Sekarang kau
bilang cukup?
Rubayah:
Hentikan kataku! Hentikan!!!
Suara
Dari Dalam Gelap: Tidak Rubayah, tidak. Bagaimana aku bisa berhenti. Kelak
orang-orang akan bercerita tentangmu. Ibu yang menjadikan anaknya batu! Ha ha
ha… Siapa yang akan menghentikan meraka? Mereka akan terus menceritakan kau
Rubayah.. Ha ha ha… Seorang ibu yang mengutuk anaknya menjadi batu. Menjadi
batu! Ha ha ha…
Rubayah:
Enyahlah kau! (membentak). Aku mohon. Aku mohon… (menangis)
Suara
Dari Dalam Gelap: Enyah katamu! (membentak). Harusnya kau katakan itu pada
anakmu. Tapi kau memilih mengutuknya menjadi batu. Dan batu itu akan menjadi
sejarah. Ha ha ha… Ke mana kau akan lari? Ke pantai? Ya ya ya... Ke pantai,
lalu mengusap-ngusap kepala batu itu sembari memeluknya. Tidakkah kau ingin
memeluk anakmu? Rubayah?
Rubayah:
(berteriak-teriak histeris dan menangis)
Suara
Dari Dalam Gelap: Larilah Rubayah. Larilah, tidakkah kau ingin lari? Larilah
dari sejarah Rubayah. Larilah. Ha ha ha… Ke mana kau akan lari? Ke masa lalu?
Kemudian menyesali semuanya? Tak perlu ke masa lalu. Tak perlu. Sebab semua
anak adalah Malin Kundang. Kelak, perempuan lain akan melahirkan Malin Kundang
lain. Dan perempuan lainnya lagi melahirkan Malin Kundang lainnya lagi. Dari
waktu ke waktu akan terus lahir Malin Kundang lain. Sebab semua anak adalah
Malin Kundang. Ha ha ha… Semua anak adalah Malin Kundang, Rubayah! Ha ha ha…
Rubayah:
Pergilah kau bangsat! Pergi!! Perrrrrrgiiiiii!!!!
Suara
Dari Dalam Gelap: Ya, aku adalah bangsat. Ha ha ha… Dan kau ibu yang mengutuk
anaknya menjadi batu! Ha ha ha… Sejarah tak akan berubah, Rubayah!
Rubayah:
(berteriak-teriak histeris dan menangis, kemudian tertawa dan terisak-isak). Aku
adalah Rubayah. Aku adalah Rubayah. Aku adalah Rubayah. (kemudian sembari
tertawa) Aku adalah Rubayah. Aku adalah Rubayah. Aku adalah Rubayah. Ha ha ha…
Aku adalah Rubayah! (membentak). Seorang ibu yang mengutuk darah dagingnya
sendiri menjadi batu! Aku adalah Rubayah! Kau tak tahu siapa Rubayah? Kau tak
tahu? Rubayah, seorang ibu yang
melahirkan Malin Kundang si anak durhaka. Seorang ibu yang mengutuk anaknya
sendiri menjadi batu! Menjadi batu! Kelak, begitulah orang-orang akan
menceritakan sejarahku! Ha ha ha… (tertawa kemudian menangis). Begitulah
orang-orang akan menceritakan sejarahku, sejarahku.. (kemudian
berteriak-teriak)
Suara
Dari Dalam Gelap: Terus Rubayah. Terus. Berteriaklah, berteriaklah. Lebih keras
Rubayah. Lebih keras! Biar sejarah itu mengerti. Biar mereka tahu Rubayah.
Berteriaklah! Ha ha ha…
Rubayah:
(berteriak-teriak histeris dan menangis). Sejarah.. (berteriak-teriak histeris
dan tiba-tiba tertawa). Kalian tak faham! (membentak). Tak seorang pun! Tak
seorang pun! Aku lah Rubayah.. Ha ha ha… (tertawa kemudian menangis).
Suara
Dari Dalam Gelap: Jangan menangis Rubayah. Ha ha ha… Sejarah tak akan mengerti
meski kau menangis. Berteriaklah. Berteriaklah! Berteriaklah hingga rongga
lehermu pecah. Berteriaklah! Ha ha ha. Berteriaklah hingga semua perempuan
tahu, kelak meraka juga akan melahirkan Malin Kundang.. Berteriaklah Rubayah.
Ha ha ha..
Rubayah:
Tidak! (membentak). Biarkan aku menangis!
Suara
Dari Dalam Gelap: Kenapa kau ingin menangis? Karena sejarah? Atau sebab anakmu
yang menjadi batu? Hai Rubayah, meski air matamu menjadi debu yang kering
sekalipun, yang ditiup angin ke segala zaman. Tak ada yang akan berubah.
Sejarah tetap akan menjadi sejarah. Dan batu itu… Ha ha ha… Batu itu rubayah…
Rubayah:
Cukuuuuup kataku! (membentak). Kau tak mengerti! Tak seorangpun mengerti!
Sejarah pun tidak! Aku lah Rubayah. (terisak-isak).
Suara
Dari Dalam Gelap: Ya, kaulah Rubayah.. Ha ha ha.. Tidak kah kau tahu kenapa
anakmu menjadi batu? Hai Rubayah. Bukan karena kutukanmu. Tapi karena hatimu.
Ya, hatimulah yang batu. Hati seorang ibu? Apa kah hatimu hati seorang ibu? Bukankah
hati seorang ibu adalah cinta? Cinta sepanjang masa. Cinta yang tak terjumlah.
Cinta kasih yang tak mengharap kembali?
Rubayah:
Hatiku.. Hatiku.. Hatiku.. Kau tak tahu bagaimana hatiku. Kau tak tahu
(tersiak-isak).
Suara
Dari Dalam Gelap: Hatimu batu! (membentak)...
Rubayah:
Tidaaaaak! Tidaaaaaaak!! Tidaaaaaaaakkk!!!
Suara
Dari Dalam Gelap: Tidak katamu! (membentak). Lalu kenapa anakmu menjadi batu?
Bukankah kau mengharapkan sesuatu dari anakmu? Ha ha ha… Kasih ibu… Ha ha ha…
Kasih ibu… Ha ha ha…
Rubayah:
Tidak! Aku tak mengharapkan apa-apa!
Suara
Dari Dalam Gelap: Tapi lidahmu menjadikannya batu! Hatimu menjadikannya batu,
Rubayah! Ha ha ha…
Rubayah:
Jika saja, jika saja… Tidakkkk! (berteriak-teriak). Pergi kau keparat!
Pergiiiii… (terisak-isak).