Puisi: Aku Sepi Itu, dll

Berkali-kali

Berkali-kali aku ingin jadi lumut
yang tumbuh di bekas pijakan kakimu
tempat kau berlama-lama
menanggung rindu dan cinta

Lalu menyaksikan apa yang kau saksikan
langit dan hujan
muram malam atau senyap yang tajam
mungkin

Berkali-kali aku ingin merasakan
penderitaan yang kau rasakan
kemudian menguburnya dalam-dalam
untuk diriku sendiri

Kuansing, 2016



Melepas Biduk

Biduk itu pun hilir
menempuh ceritanya sendiri
pada senja kusam
setelah berkali-kali ditikam masa silam.

Ia pernah membawaku
menyeberangi sungaimu
yang resah dan tergugu
selepas badai ketika itu

Kuansing; 2016



Aku Sepi Itu

Aku sepi itu
berjalan sendiri
memanggil-manggilmu
berharap langit dan nasib baik
pertemukan kita
dan rindu yang mendegup dadaku
segera tumpah ke dadamu

Padang, 2016



Selepas Hujan

Hujan itu menjadi aku
menitik di pohonmu
daun-daunmu
bunga-bungamu

Menitik dalam hening
begitu bening

Dan ketika seluruhku telah tumpah
tiada
kau pun bertanya-tanya
berapa waktu yang kau sisakan
untuk mengenangku

Kuansing; 2016



Pergi Lelakiku

Pergi lelakiku
meski jalan-jalan itu
simpang-simpang itu
dan batas-batas itu
hanya akan mengarahkanmu pada kembali

Pergi lelakiku
bukan semata-mata agar
kau kenal arah angin
kau hafal rasa dingin
kau penuhi seluruh ingin

Pergi lelakiku
sebab tepian dan jamban ini
tak akan memberikanmu apa-apa lagi

Kau yang datang pada riuh ini
serupa perahu kosong tanpa kemudi
mesti mengenal badai
melebihi kau kenal diri sendiri

Berpeganglah pada harapan
sebab bila tidak
ketika itu kau telah mati

Maka berjalanlah
dayung dayamu sendiri
seberangi kemungkinan demi kemungkinan
carilah kesepakatan
sebab kesepakatan adalah kebenaran

Kuansing; 2015



Jalan Sunyi Pencari Kayu

Belukar di jalan itu
makin tinggi dan berduri
kau beri aku parang
tapi tak tahu cara berperang
kutebas jua diriku sendiri

Aku berdarah tapi tak merah
barangkali luka hilang gairah
dan sunyi rimba itu
mengenalkanku pada rindu
juga pada ngilu

Angin yang menggugurkan usia daun
puisi-puisi hilang renung
jalan-jalan itu
derak patah ranting waktu
sunyi pencari kayu

Hutan-hutan bernyanyilah
nyanyikan kegelisahanmu
setubuhi kegelisahanku
biar kau hidup
aku hirup

Kita melangkah di jalan yang sama
merasai debar yang sama
hidup yang sama
nasib yang sama
tapi sunyi itu sungguh beda

Padang; 2105



Hujan Yang Sama

Ini hujan yang sama
dengan aroma yang sama
larilah ke luar rumah
biarkan ia pukul bahu kita
seperti ia memukul
kelopak bunga-bunga sejarah
dan ingatan di kepala

Rentangkan tangamu lebar-lebar
agar ia lebih kenal debar dada kita
yang di dalamnya
senantiasa menampung airmata
dan doa-doa

Ini hujan yang sama
dengan gigil yang sama
bukalah bajumu dan celana
menarilah
bersyukurlah
selepas ini kita daki pelangi
kau boleh pilih warnamu sendiri
bukankah hujan memang selalu begini?
lalu mengapa kau sedih?

;2014



Malam Bujang
:Nie Dori

Oi kawan,
ini tuak kudatangkan dari jauh
lebih jauh ketimbang masa muda yang tak habis-habis
bikin kangen dan tangis
ciciplah sedikit
biar kedukaan itu ke dadaku

Jika dadaku tak cukup kuat bagi dukamu
maka teriakan pada hening Kuantan
atau tebing dingin ini malam

Lagi malam panjang
mata kailmu dan ikan-ikan
nasib baik siapa tahu
kita panen belido seukuran perahu
biar kukabarkan pada Munthe dan Kuntet
atau gadis yang kau kangeni itu
mereka yang selalu saja terlambat

Atau biar kukabarkan pada apa saja
yang tak sekali-kali bicara
dan paham tentang cinta
sebab padanya
kau bebas bercerita
sebab murung dan duka
tak membawamu ke mana-mana

Kuansing; 2016


*Puisi-puisi  di atas pernah dipublikasikan di Riau Pos

Cari

Arsip